Kamis, September 27, 2012

Inilah Makam Raja Paling Keramat Di Indonesia

Jurnaldunia.com - Kompleks Makam Imogiri dibangun sekitar tahun 1632 oleh Sultan Agung, raja terbesar Mataram yang beragama Islam. Walau begitu, bangunan makam ini memiliki corak peninggalan Hindu yang kental.

Imogiri dilingkupi legenda, mistis dan budaya Jawa yang kental. Konon menurut cerita, pembangunan makam ini atas petunjuk tokok penyebar agama di Jawa, Sunan Kalijogo.

Keinginan pembangunan makam ini muncul saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji di Makkah dan melihat makam nabi. Dia juga terinspirasi usai melakukan ibadah jumroh melempar batu untuk mengusir setan atau iblis di Padang Arafah.

Sultan pun pulang dan mencari lokasi makam dengan cara melempar batu. Batu itu jatuh mengarah ke sebuah kawasan pegunungan Seribu di wilayah Bantul. Akhirnya dibangunlah makam Imogiri di Bantul.

Dari gaya dan tipe bangunannya, pada bagian pintu gerbang makam dibuat dari susunan batu bata merah tanpa semen yang berbentuk candi Bentar. Menunjukan adanya pengaruh agama Hindu.

Selasar bangunan serta bagian bangunan di sekitar batu nisan makam, menunjukkan ajaran Islam. Selain itu budaya Jawa juga tercermin.

Ada tempat sesaji yang khusus berada di bagian kanan kiri batu nisan makam raja-raja. Hal itu diperuntukkan bagi tempat ziarah anak-cucu sang raja. Sebagai bentuk bhakti orang Jawa terhadap leluhurnya.

Perlakuan dan pemeliharaan makam Imogiri pun tergolong sangat istimewa dan sangat khusus. Perawatan dilakukan oleh para abdi dalem keraton Ngayogyokarto Hadiningrat dan oleh keturunan Sri Sultan Hamengkubuono dan Raja Pakubuono.

Termasuk memasuki makam raja-raja Mataram jelas tidak sama dengan memasuki pemakaman umum. Untuk masuk ke makam Sultan Agung, maka selain harus mengenakan pakaian adat Jawa, pengunjung juga harus melepas alas kaki. Mereka juga harus melalui tiga pintu gerbang.

Bahkan yang bisa langsung berziarah ke nisan para raja itu pun terbatas pada keluarga dekat raja atau masyarakat lain yang mendapat izin khusus dari pihak Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta.

Oleh karena itu, peziarah awam yang tidak siap mengenakan pakaian adat Jawa, terpaksa hanya bisa melihat pintu gerbang pertama yang dibuat dari kayu jati berukir dan bertuliskan huruf Jawa berusia ratusan tahun, dengan grendel dan gembok pintu kuno.

Hanya para juru kunci pemakaman itu yang bisa membuka gerbang tersebut. Masyarakat awam bisa melihat 'isi di balik pintu gerbang pertama, ketika keluarga raja datang. Saat itu, pintu gerbang dibuka lebar, dan masyarakat bisa melongok sebentar sebelum gerbang itu ditutup. Hanya sesaat. Hal itu pula yang menyebabkan misteri makam raja Mataram tetap terpelihara.

Raja-raja jaman dahulu sebagian besar bersifat sentralistik, dalam segala aspek kehidupan mengacu kepada kekuasaan tunggal yaitu Sang Maharaja. Tempat pemakamannya pun sudah dipersiapkan jauh-jauh hari dengan megah.

Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan dengan Pegunungan Seribu. Pengunjung akan disambut oleh para Pemandu Wisata yang sudah siap mengantar.

Setelah pintu masuk, di sebelah kiri ada bangunan masjid yang cukup megah. Masjid Ngarso Dalem ini biasa digunakan untuk mensalatkan jenazah para raja sebelum dibawa ke atas bukit untuk dimakamkan.

Setelah melewati 454 tangga, baru masuk pintu ke II, Di pintu II ini ada 3 bangsal;

Pertama, Bangsal Sapit Urang adalah bangsal yang dipergunakan oleh para abdi dalem keraton Jogja. Yang kedua adalah Bangsal Hamengkubuwono untuk para Raja Yogyakarta; dan yang ketiga adalah Bangsal Pakubuwono untuk para Raja dari Keraton Solo.

Seperti kita ketahui pada masa Amangkurat V (1677) Mataram mengalami perpecahan dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Giyanti yang membelah Mataram jadi II, yaitu Kasunanan Pakubuwono (Solo) dan Kasunanan Hamengkubuwono (Yogyakarta).

Di pintu masuk, tempat pemakaman masih dibagi lagi menjadi tiga bagian. Makam utama; yaitu makam Sri Paduka Sultan Prabu Hanyokrokusumo, Amangkurat II, Amangkurat III beserta masing-masing satu permaisurinya.

Sayap kiri terdiri dari; Pakubuwono I, Amangkurat Jawi dan Pakubuwono III. Sayap kanan terdiri dari: Ratu-ratu solo, Pakubuwono III beserta selir dan permaisurinya.

Saat mengunjungi makam, pengunjung akan mendapat petunjuk dari juru kunci untuk mengikuti aturan. Banyaknya pengunjung mengakibatkan pengelola makam untuk melakukan pengawasan ekstra ketat.

Sumber

1 komentar:

Xpresikan Komentar sobat disini sesuka hati, sesuai dengan Tuntunan Demokrasi dan tanpa menyakiti siapapun yang tak layak disakiti !!!
No Spam
No Life Link
No Sara
No Teror