Bapak Iwan Dalauk yang akrab dipanggil Mbah Moedjair lahir di Desa Kuningan, 3 Km arah timur pusat Kota Blitar. Dari pasangan Bayan Isman dan Ibu Rubiyah, beliau lahir tahun 1890.Tidak banyak yang bisa diceritakan tentang masa kecil sampai remaja, karena sudah habis nara sumber yang seangkatan dengan beliau.
Moedjair anak ke-4 dari 9 bersaudara, menikah dengan Partimah anak Modin Desa Kuningan pada waktu itu. Dari pernikahan ini Moedjair dikaruniai 7 anak,yaitu : Wahanan, Napiyah, Thoyibah, Imam Soepardi, Ismoenir, Djaenuri, Daud.Kesemua anak beliau sekarang sudah meninggal kecuali Ismoenir yang tinggal di Kanigoro Blitar dan Djaenuri yang tinggal di Kencong Jember.
Menurut penuturan Mbah Ismoenir anak ke-5 dari Mbah Moedjair yang masih hidup. Untuk penghasilan sehari-hari, Moedjair dewasa membuka warung sate kambing yang pada zaman tersebut cukup terkenal didaerah Kuningan-Kanigoro.Pelanggan warung sate Moedjair dewasa dari berbagai kalangan dan ras, dari tua sampai muda, dari ras jawa sampai ras kuning ( keturunan tionghoa ).
Ada sisi negatif dari perilaku Mbah Moedjair waktu mengalami masa kejayaan warung sate yaitu suka bermain judi.Tetapi dalam berjudi, Moedjair dewasa hanya mau berjudi dengan orang Tionghoa.Beliau tidak mau berjudi dengan orang jawa dan beliau juga mendidik semua anak-anaknya untuk tidak berjudi.Salah satu efek negatif yang ditimbulkan dari kegemaran berjudi itu adalah kehancuran dari bisnis warung sate milik Mbah Moedjair, seperti yang dituturkan oleh Mbah Slamet cucu Mbah Moedjair dari Mbah Wahanan.
Disa’at masa-masa terpuruk ini, Mbah Moedjair menjalani laku tirakat dimana setiap tanggal 1 Suro penanggalan jawa, beliau mandi di Pantai Serang tepatnya Blitar Selatan.Awal ritual mandi ini, karena Mbah Moedjair diajak oleh Kepala Desa Papungan ( Bapak Muraji ), juga karena beliau bermimpi rambut dan jenggotnya menjadi panjang menyentuh tanah.Pada suatu waktu ketika melakukan ritual mandi ini, Mbah Moedjair menemukan se-ekor ikan yang jumlahnya sangat banyak dan mempunyai keunikan yaitu menyimpan anak didalam mulutnya ketika ada bahaya dan dikeluarkan ketika keadaan sudah aman.
Melihat keunikan ikan ini, Mbah Moedjair berniat mengembangbiakkan dirumahnya didaerah Papungan-Kanigoro-Blitar.Untuk mengambil ikan ini Mbah Moedjair menjaring dengan menggunakan kain Udeng ( ikat kepala ) yang biasa beliau pakai.
Dengan ditemani oleh 2 temannya yaitu Abdullah Iskak dan Umar, Mbah Moedjair membawa ikan ini pulang ke Desa Papungan.Tetapi karena habitat yang berbeda, maka ikan ini mati sewaktu dimasukkan ke air tawar yang berada di halaman rumah Mbah Moedjair di Papungan.Melihat kejadian seperti ini, Mbah Moedjair bukannya putus asa tetapi malah semakin gigih dalam melakukan percobaan dengan satu tujuan Spesies ikan ini dapat hidup di habitat air tawar.Habitat yang sangat berbeda dari aslinya yaitu air laut ( asin ).
Beliau bolak balik Papungan – Serang yang berjarak 35 Km, berjalan kaki dengan melewati hutan belantara, naik turun bukit dan akses jalan yang sulit serta memakan waktu dua hari dua malam.Di Pantai Serang beliau mengambil spesies ikan ini dengan menggunakan Gentong yang terbuat dari tanah liat.Beliau juga melakukan percobaan dengan mencampurkan air laut yang asin dengan air tawar, terus menerus dengan tingkat konsentrasi air tawar semakin lama semakin lebih banyak dari air laut yang kemudian kedua jenis air yang berbeda ini dapat menyatu.Menurut penuturan Mbah Ismoenir, percobaan ini menemui keberhasilan pada percobaan ke-11, yang berarti 11 kali perjalanan bolak balik Papungan-Serang.Pada percobaan ke-11 ini berhasil hidup 4 ekor ikan jenis baru ini dengan habitat air tawar.Kejadian ini terjadi pada tanggal 25 MARET 1936.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Xpresikan Komentar sobat disini sesuka hati, sesuai dengan Tuntunan Demokrasi dan tanpa menyakiti siapapun yang tak layak disakiti !!!
No Spam
No Life Link
No Sara
No Teror