Jumat, Oktober 12, 2012

Sejarah NII Milik Kartosuwiryo

Melihat media masa atau media cetak sekarang ini tentu sudah tidak aneh lagi bagi mata dan telinga kita tentang berita yang ditayangkan, yaitu tidak lain mengenai masalah NII. Dan saya tertarik untuk mengetahui apa itu NII siapa pemilik atau pendiri NII itu sendiri.
Kembali Melihat Sejarah NII Milik Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo Dari Berbagai Sudut
Sekilas Tentang SM Kartosuwiryo
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo atau yang biasa disebut SM Kartosuwiryo mungkin bukanlah orang yang asing bagi kita, terutama para sejarawan pasti sangat mengenal beliau. Karena itu, di sini saya tidak akan membahas SM Kartosuwiryo terlalu panjang, melainkan hanya menyentuh pada bagian-bagian yang mungkin mempunyai pengaruh dalam karir politiknya di NII atau DI/TII.
Kartosuwiryo Memulai karirnya di Serikat Dagang Islam (SDI), lalu melanjutkannya di Serikat Islam (SI), dan setelah itu beliau mengikuti Partai Islam Indonesia (PII), Masyumi, baru akhirnya membentuk DI/TII.
jadi, sebenarnya perjalanan Kartosuwiryo untuk membentuk DI/TII itu bukanlah sesuatu yang instan dan terjadi begitu saja. Beliau bukannya bangun dari tidurnya disuatu pagi dan langsung berpikir, ”Aku akan membentuk negara Islam!”, melainkan hasil dari pemikiran dan pertimbangan beliau yang menyatukan antara otak cerdasnya dan pemahaman agamanya yang memang dalam. Dan itu adalah cita-cita yang sudah ada sejak lama dari dalam dirinya.
Kartosuwiryo juga terkenal tidak pernah akur –kalau tidak mau dibilang benci- dengan Soekarno. Salah satu kata-katanya yang terkenal dan paling pas untuk menggambarkan kebenciannya adalah pada saat beliau sudah tertangkap dan dipenjara, lalu dijatuhi hukuman mati, lalu Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab,” Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno”.
Dan menurut saya, hanya itu saja pengenalan terhadap Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, karena jika kita terus membahasnya maka tidak akan ada habisnya cerita tentang SM Kartosuwiryo.

NII
Negara Islam Indonesia (disingkat NII; juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI)yang artinya Rumah Islam adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (12 Sjawal 1368) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di di desa Cisampah, kecamatan Ciawiligar, kawedanan Cisayong Tasikmalaya, Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam”, lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam” dan “Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits”. Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk memproduk undang-undang yang berlandaskan syari’at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur’an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan “hukum kafir”, sesuai dalam Qur’aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 145.
Gerakan ini juga bahkan mempunyai proklamasi sendiri, yang tidak terlalu jauh berbeda dengan proklamasi RI pada tanggal 17 Agustus 1945, isinya adalah,
PROKLAMASI
Berdirinja NEGARA ISLAM INDONESIA

Bismillahirrahmanirrahim Asjhadoe anla ilaha illallah wa asjhadoe anna Moehammadar Rasoeloellah
Kami, Oemmat Islam Bangsa Indonesia MENJATAKAN:
Berdirinja ,,NEGARA ISLAM INDONESIA”
Maka hoekoem jang berlakoe atas Negara Islam Indonesia itoe, ialah: HOEKOEM ISLAM
Allahoe Akbar! Allahoe Akbar! Allahoe Akbar!

Atas nama Oemmat Islam Bangsa Indonesia
Imam NEGARA ISLAM INDONESIA
Ttd
(S M KARTOSOEWIRJO)
MADINAH-INDONESIA, 12 Sjawal 1368 / 7 Agoestoes 1949
• Kisah NII dari Berbagai Sumber, Mana Yang Benar?
Setelah kita membahas latar belakang dari NII maupun pendirinya, yaitu SM Kartosuwiryo, sekarang kita tiba pada bagian yang menurut saya adalah bagian inti dari paper saya ini.
Kisah dari sumber yang pertama, tentulah sangat kita kenal. Selain itu dikarenakan adalah berita resmi dari pemerintah juga karena cerita tentang NII itu dijadikan masuk dalam kurikulum pelajaran sejarah dan tertulis di buku-buku pelajaran sejarah. Ya, cerita ini bersumber dari pemerintah, baik orde lama ataupun orde baru.
Dalam kisah garis besarnya, mereka mengatakan bahwa NII adalah sebuah gerakan pemberontak yang berpotensi menghancurkan keutuhan bangsa Indonesia. Gerakan pemberontakan yang tidak terlalu jauh beda dengan pemberontakan Ratu Adil, dan bahkan PKI. Gerakan ini disebut sebagai gerakan terlarang dan sesat. Dan dari sumber dan sudut ini pun, cerita dan data tentang Kartosuwirto banyak yang dihilangkan, guna menjauhkan ingatan masyarakat terhadap Kartosuwiryo dan gerakannya.
Itulah beberapa hal penting dari sudut pandang yang pertama mengenai NII. Karena saya yakin pandangan ini sudah banyak kita ketahui. ( karena mungkin waktu SMA dulu kita harus menghapalnya untuk mendapat nilai 9 di rapot)
Lalu selanjutnya adalah sudut pandang yang kedua, yang berbeda 180 derajat dibanding sudut pandang yang pertama. Sudut pandang yang kedua ini saya dapat dari buku Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Isalam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, karangan dari Al Chaidar. Dan juga sebuah situs beralamatkan () .
Di situ, kisah tentang NII ternyata sangatlah berbeda dari sudut pandang yang pertama / pemerintah. Dalam pandangan mereka, NII adalah sebuah gerakan suci yang tidak hanya mementingkan nafsu dan impian serta ambisi dari SM Kartosuwiryo semata. Bahkan, disebutkan didalamnya bahwa gerakan NII yang dibentuk oleh SM Kartosuwiryo itu adalah sebuah gerakan yang menyelamatkan kedaulatan daripada NKRI dihadapan imperialis Belanda dan Dunia. Karena, pasca perjanjian renville pada tahun 1949 yang berakibat daerah kekuasaan Indonesia hanya meliputi Jogja dan sekitarnya – dan itupun masih dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia- sehingga kekuasaan NKRI saat itu nyaris tidak ada dan hanya berbentuk negara-negara serikat saja, dimana saat itu Soekarno hanya bisa memerintahkan rakyat Indonesia untuk pindah dan mengungsi –walaupun dalam pidatonya, Soekarno mengatakan bahwa itu adalah ”hijrah”- NII dan Kartosuwiryo justru bertahan dan berusaha mempertahankan wilayah Jawa Barat. Kartosuwiryo bahkan menyebut Soekarno dan pengikutnya adalah pasukan liar yang kabur dari medan perang. –walaupun dalam lanjutannya, pindahnya Soekarno ke Jogjakarta adalah awal terbentuknya kampus UGM yang tercinta ini-. Dan dengan menggunakan metode hijrah milik Kartosuwiryo yang non cooperative terhadap Belanda, akhirnya NII diproklamasikan di bawah bendera ”Bismillahirrahmaanirrahiim”. Namun, dalam proklamasi itu, menurut mereka (para penulis blog, red) jika kita tidak memperhatikan rentetan sejarah yang terjadi, maka kita pasti akan menyangka bahwa NII adalah negara yang berdiri di dalam negara.
Namun sebenamya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di indonesia.
Jadi, sangat jelas sekali bukan perbedaan antara dua sudut pandang itu? Bahkan, sudut pandang kedua mengatakan dengan lantang bahwa cerita mengenai NII yang dikeluarkan oleh pemerintah dan terdapat dalam buku-buku pelajaran sejarah yang kita pelajari adalah sebuah kebohongan publik. Sebuah bentuk kedzaliman dari pemerintah Orla dan Orba terhadap Kartosuwiryo.
Dan setelah kita mendengar dan membaca dua cerita, pendapat dan sudut pandang dari kedua sumber tadi, manakah yang paling benar? Sebenarnya, pertanyaan itu cukup sulit dijawab. Walaupun saya mengakui bahwa saya agak condong percaya pada sumber kedua, karena selain teori mereka yang cukup masuk akal di otak saya, namun saya tidak bisa mengatakan bahwa pendapat kedua adalah yang paling benar. Alasannya jelas, yang mengemukakan pendapat kedua adalah seorang masyarakat awam yang menampilkan pemikirannya di blog pribadi yang tentunya kebenarannya tidak dapt kita percaya begitu saja. Bandingkan dengan pemerintah, walaupun secara teori agak lemah, tapi mereka adalah orang yang berkuasa pada zaman itu. Mampu mendapat sumber dari manapun di negeri ini, dan walau bagaimanapun juga, mereka adalah founding father yang sah di negeri kita ini Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, jika anda berharap mendapat jawaban tentang pendapat yang terbaik dari paper saya ini, saya dengan menyesal mengatakan tidak akan bisa. Itu adalah sebuah masalah negara yang cukup besar dan berpotensi menimbulkan polemik. Kapasitas saya yang ”hanya” seorang mahasiswa semester 1 jelas tidak mencukupi untuk menjawabnya. Saya sebenarnya bisa menjawabnya, namun pada akhirnya jawaban yang saya keluarkan hanyalah sebuah jawaban pribadi yang emosional dengan pemahaman yang dangkal, tidak cukup untuk referensi siapapun. Saya rasa.
• Pengaruh Kisah NII Bagi Politik dan Pemerintahan Indonesia Sekarang
Sepertinya sudah terlalu banyak kita membahas tentang perbedaan versi cerita tentang NII. Karena itu, dalam bagian ini saya tidak akan menyertakan sudut pandang yang kedua –yang membela NII- sebagai perhitungan. Alasannya jelas, sebagian masyarakat Indonesia hanya mengetahui sudut pandang yang pertama saja. Sehingga otomatis, hanya sudut pandang yang pertama saja yang bisa kita analisa pengaruhnya. Dan perlu diketahui, ini bukanlah pengaruh NII melainkan pengaruh kisah NII saja.
Menurut saya, secara garis besar NII sudah menimbulkan dua masalah besar pada politik di Indonesia. Dan mencakup dua ruang, yaitu politik antara islam dengan sekuler dan antara islam dengan islam. Yang semuanya memojokkan islam.
Yang pertama, antara islam dengan sekuler. Tentunya kita tahu, dengan begitu seringnya kita mendengar berita yang menjelek-jelekkan Kartosuwiryo dan NIInya seringkali dijadikan senjata oleh para kaum sekuler untuk melawan superioritas islam dalam jumlah pengikut. Dan yang lebih parah lagi, seringkali para partai islam sendiri juga menjadi merasa takut untuk mengibarkan panji-panji islamnya dengan lantang. Seringkali mereka alergi terhadap yang namanya negara dengan azaz islam. Salah satu partai berasas Islam yang lahir di era reformasi ini, malah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya sekalipun dibungkus dalam retorika melalui slogan gagah: “Kita tidak memerlukan negara Islam. Yang penting adalah negara yang Islami”. Bahkan, dalam suatu pidato politik, presiden partai tersebut mengatakan: “Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan”. Sebuah ketakutan yang memalukan saya rasa. Negara yang islami namun tidak islam? Bagaimana ada orang yang berpikir seperti itu. Ibaratnya adalah sifat alami yang tidak berasal dari alam. Jadi jelas, islam adalah syarat untuk menjadi islami.
Dan yang kedua, antara islam dengan islam lainnya. Ini sungguh sangat memilukan bagi saya. Bagaimana tidak? Sesama saudara muslim ternyata dapat terpecah belah hanya karena cerita ”mengerikan” tentang NII dan Kartosuwiryo yang begitu menakutkan. Sungguh sebuah ironi melihatnya.
Akan tetapi memang begitulah kenyataannya. Para umat islam di Indonesia yang sudah terpecah belah makin diperkuat oleh adanya kasus NII ini. Di masa akhir-akhir ini, bahkan semakin banyak tokoh-tokoh Islam yang menampakkan ketakutannya terhadap persoalan Negara Islam. Mantan Ketua Umum PBNU, K.H. Abdurrahman Wahid misalnya, secara terus terang bahkan mengatakan : “Musuh utama saya adalah Islam kanan, yaitu mereka yang menghendaki Indonesia berdasarkan Islam dan menginginkan berlakunya syari’at Islam”. (Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan : “Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekularisme”. Wow, bukan main terkejutnya saya mendengar pernyataan dari Gusdur soal itu. Bagaimana dengan anda?
Jadi sudah sangat jelas bukan, bahwa cerita sejarah tentang NII yang kebanyakan diketahui oleh bangsa Indonesia jaman sekarang ini telah benar-benar merugikan kaum muslimin. Terutama di bidang politik dan pemerintahan.
• Bagaimana Kita Mensikapi NII
Dan akhirnya, kita sampai bagian yang lebih mirip dengan kesimpulan ini. Di sini saya akan memberikan sedikit anjuran dan saran untuk pembaca semua dari kacamata seorang anak mahasiswa muslim Indonesia. Bukan sekuler ataupun lajur kanan ekstrim. Tapi hanya orang awam yang mendapat sedikit keberuntungan untuk mendapat sudut pandang akademis saja.
Dan menurut saya, dalam mensikapi berita yang penuh polemik dan kontroversi seperti NII ini, kita harus selalu tenang. Kita analisa dengan otak kita bukan dengan emosi dan nafsu kita. Karena yang kritis seperti ini tidak dapat kita analisa dengan sekali waktu saja. Melainkan harus dengan penelitian dan pencarian. Jika analisa kita yan gpertama langsung kita jadikan pijakan maka sebenarnya analisa kita itu hanyalah hasil dari emosi sesaat. Karena itulah, kita harus merenung dan memikirkannya berulang kali sebelum mengambil kesimpulan akhir. Jadi kalau begitu analisa kita yang pertama itu hanyalah sampah yang tak berguna dan bau?? Menurut saya tidak juga, analisa kita yang pertama itu bisa kita jadikan hipotesis atau analisa sementara. Boleh kita percayai, namun tidak seratus persen.
Dan saya, setelah merenungkan dan memikirkan tentang permasalahan ini lalu membuat kesimpulan yang boleh anda terima maupun anda tolak.
Kesimpulan dan saran saya dalam permasalahan NII ini adalah bahwa sebenarnya NII untuk saat ini memang tidak mungkin untuk dijalankan di Indonesia. Saya mengatakan ini bukan karena saya adalah seorang sekuler, saya orang islam dan berharap suatu saat nanti akan tercipta negara Indonesia yang berasaskan islam, karena Indonesia memang sebagian besar warganya adalah orang islam. Tapi alasan saya lebih karena melihat kondisi masyarakat yang ada di Indonesia saat ini yang kebanyakan muslimnya hanya muslim KTP. (walaupun saya juga belum tentu tidak termasuk di dalamnya).
Saya mempunyai contoh konkritnya. Dulu SMA saya adalah SMA Al-Islam 1 Surakarta. Dan di situ ada satu peraturan yang menurut saya paling kontroversial di SMA itu, dan tak pernah luput dari bahan pembicaraan murid, guru, dan karyawan di sana. Peraturan itu adalah larangan bagi setiap pria di sekolah itu untuk memakai celana yang panjangnya melebihi mata kaki. Dasar bagi guru yang mengesahkan peraturan itu menjadi peraturan sekolah adalah hadist dari Rasulullah SAW yang memang melarang pria untuk memakai celana yang ”ngelembreh”. Dan ternyata, walaupun sudah disahkan menjadi peraturan sekolah, masih tetap saja ada banyak pria yang melanggarnya, bahkan di kalangan guru dan karyawan sendiri. Jadi bukankah ini bukti bahwa seluruh aturan islam masih sulit diterima oleh masyarakat Indonesia? Padahal itu hanyalah ruang lingkup yangkecil, yaitu sebuah SMA dengan peraturan yang ssederhana pula. Dan kita tahu bahwa Indonesia lebih luas daripada itu dan peraturan islam juga lebih banyak daripada itu.

Tapi perlu diingat oleh pembaca sekalian. Bahwa apa yang dikatakan tidak mungkin oleh manusia rendah lagi bodoh seperti saya itu bisa jadi sangat mungkin dihadapan Allah SWT.
Demikian paper yang dapat saya buat mengenai NII, sejarah, dan pengaruhnya. Semoga bermanfaat.

source : http://agfian.wordpress.com

Galery Berita Unik Dan Menarik
Galery Berita unik dan Menarik Updated at: 10/12/2012 06:53:00 AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Xpresikan Komentar sobat disini sesuka hati, sesuai dengan Tuntunan Demokrasi dan tanpa menyakiti siapapun yang tak layak disakiti !!!
No Spam
No Life Link
No Sara
No Teror